Rabu, 08 Juni 2011

Menyaksikan 9 Pucuk Gunung Es Game Indonesia


ilustrasi (flickr/cc/longhorndave)
<a href='http://openx.detik.com/delivery/ck.php?n=ad79472d&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://openx.detik.com/delivery/avw.php?zoneid=45&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=ad79472d' border='0' alt='' /></a>
Jakarta - Sabtu, 4 Juni 2011, saya dapat kesempatan yang menyenangkan menjadi salah satu juri di acara Nokia Mobile Game Developer War. Kesempatan itu jadi menyenangkan bukan hanya karena bisa duduk bersebelahan dengan Sandra Dewi (ehm) tapi lebih karena bisa menyaksikan bakat-bakat baru di dunia pengembangan game Indonesia.

Game, meski oleh sebagian kalangan dianggap sebagai 'mainan belaka', adalah pintu gerbang yang mengantarkan banyak orang untuk masuk ke dunia teknologi. Mereka yang tertarik dengan game kadang juga tertarik untuk membuatnya.

Hal itu membuat banyak orang jadi penasaran untuk mempelajari teknologi di baliknya. Dan kemudian, digabung dengan faktor lain, ia bisa jadi seorang penguasa teknologi yang handal.

Adanya kompetisi membuat game, seperti yang digelar oleh Nokia tersebut, tentu jadi salah satu wahana yang bisa digunakan calon pengembang masa depan Indonesia untuk unjuk kebolehan.

Selain itu, ajang semacam ini jadi sarana untuk menjalin hubungan dengan pihak lain. Bukan tidak mungkin peserta yang tidak jadi pemenang justru 'menang besar' dalam ajang serupa dengan mendapatkan investor atau kesempatan bisnis di samping.

Pucuk Gunung Es

Hal yang paling menyenangkan dari kegiatan seperti itu adalah mengetahui bahwa kesembilan finalis itu hanyalah sebagian kecil dari peserta yang ikut sejak babak awal.

Lebih serunya lagi, mereka yang ikut bisa jadi hanya sebagian kecil dari entah berapa banyak lagi pengembang game lokal yang tidak ikut serta (dengan berbagai alasan mereka sendiri).

Bayangkan bahwa di balik ini masih banyak game dan aplikasi lokal lain yang siap untuk mengepakkan sayapnya. Bukan hanya di Indonesia, mereka juga harusnya bisa terbang tinggi ke tingkat dunia!

Sembilan Juara

Ada sembilan finalis yang bertarung di babak final yang diadakan di fX, Jakarta, itu. Meski hanya tiga yang menang, semuanya layak disebut sebagai juara.

Berikut adalah sembilan finalis yang memberikan presentasi mereka dalam ajang Nokia Mobile Game Developer War 4 Juni 2011:
  • Bhinneka Tunggal Ika (Tim Dongskar Pedongi) - Game genre tower defense ini menghadirkan serangan pasukan penjajah ke tanah Indonesia. Pemain diminta menempatkan rumah dan pasukan untuk menghalau penjajah yang datang.
  • Malin Kundang Mencari Cinta (Tim Anonim) - Game puzzle ketangkasan ini menghadirkan sistem kendali paralel, pemain di saat yang sama harus mengendalikan dua karakter yang berbeda: Malin Kundang dan istrinya.
  • Hantu Digital (Tim Hantu Digital) - Mengangkat tema berburu hantu, pada dasarnya Hantu Digital adalah memory game yang menantang pemain untuk mengingat jalur tertentu di layar dalam waktu yang singkat.
  • Too Much Satay (Tim Sate) - Unsur menarik dari game ini adalah mengangkat sate, makanan yang digemari berbagai kalangan di Indonesia, sebagai tema utama. Permainannya berupa stacking puzzle.
  • Aksara (Tim Aksanesia) - Game platformer puzzle ini menggiring pemain untuk mempelajari berbagai kosa kata dari berbagai daerah di Indonesia dengan menggerakkan karakter di layar untuk mengumpulkan huruf-huruf sesuai urutan.
  • Nakula Sadewa (Tim Omah Games) - Game puzzle ini menghadirkan dua karakter yang harus saling bekerjasama untuk bisa keluar dari ruangan bawah tanah. Kedua karakter bisa dimainkan dengan bergantian oleh satu pemain atau oleh dua pemain lewat Bluetooth.
  • Arjuna Sang Pemanah - Game platformer ini menampilkan petualangan ala Contra atau Mario Bros dengan Arjuna sebagai tokoh sentral. Tentunya, senjata utamanya adalah panah sakti.
  • Warung Express Jawa - Game ini menghadirkan time management ala Diner Dash dengan tema masakan Indonesia. Pemain butuh ketangkasan jari dan ingatan yang baik untuk menguasainya.
  • School Escape: Jurit Malam - Game puzzle ini merupakan sekuel game berjudul 'School Escape' namun dengan tema mistik komedi. Ia menarik perhatian dengan keseluruhan desainnya yang nampak utuh dan temanya yang 'saat ini'.

Tentang School Escape

Mungkin ada sebagian kalangan yang bertanya-tanya (atau bahkan sampai mencemooh) mengapa yang menang adalah game dengan tema 'kabur dari sekolah'.

Salah satu fungsi game, seperti juga media hiburan lain, adalah menempatkan pemainnya pada kondisi atau situasi yang pada kenyataannya bisa jadi tak mungkin ia lakukan (an otherwise impossible situation).

Contoh gampangnya adalah game seperti Angry Birds yang memungkinkan pemain melontarkan burung-burung dengan berbagai kemampuannya untuk menghancurkan rumah para babi. Jika hal itu dilakukan dalam dunia nyata, bayangkan berapa banyak burung yang harus tersiksa!

Sama juga dengan School Escape, salah satunya game itu jadi pelampiasan imajinasi pemain yang pada kenyataannya mungkin tidak bisa kabur dari sekolah. Apalagi versi sekuelnya --yang jadi jawara di kompetisi itu-- memungkinkan pemain untuk kabur dari setan sekaligus membongkar konspirasi jahat di sekolah.

Jujur saja, berapa sering kita membayangkan bahwa sesungguhnya pihak yang berkuasa (kepala sekolah, bos, pemimpin negara?) adalah orang-orang jahat yang sengaja membuat hidup ini sengsara?

Kemenangan School Escape pun bukan sekadar dari temanya. Secara keseluruhan game itu mampu menampilkan tingkat keseriusan yang menarik: mulai dari sisi artistiknya (yang mencakup opening screen, sprite dengan gaya 8-bit, nuansa yang konsisten) hingga gameplay (yang sederhana tapi mengena).

Game Adalah Bermain

Pada akhirnya, game adalah soal bermain. Dan pengembang game yang baik adalah yang selalu memikirkan bagaimana membuat pemainnya senang.

Mereka tak seharusnya terlalu terpengaruh oleh apa yang dikatakan para juri di sebuah kompetisi --seberapapun besarnya hadiah yang dijanjikan. Hal utama yang harus jadi perhatian adalah pemain dan permainannya.

Mereka juga tak perlu ambil pusing apa yang sedang atau sudah dilakukan pesaingnya. Lihat saja Nintendo yang tak mau terjebak kejar-kejaran spesifikasi atau grafis dan justru memikirkan gameplay lewat Nintendo Wii (dan kini Nintendo Wii U).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar